GarudaXpose.com I Lumajang – Dari lereng Gunung Semeru, sebuah kekayaan alam muncul dengan cara yang diam-diam tapi memikat. Watu Semeru, batu khas Lumajang, kini menjadi primadona bagi kolektor mancanegara. Warna yang memikat, motif yang unik, dan cerita tentang energi alam yang terkandung di dalamnya membuat batu ini lebih dari sekadar benda, ia seolah menyimpan jiwa gunung tertinggi di Jawa.
“Yang sekarang paling diminati itu Badar Besi Semeru dan Manik Gajah Semeru. Warnanya unik, karakternya beda dari batu lain, dan banyak yang percaya batu ini menyimpan energi alam Semeru,” kata Jhony Kumato, pengrajin sekaligus pegiat batu asal Lumajang, saat ditemui, Kamis (13/11/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Bagi Jhony, setiap batu bukan sekadar barang jualan. Ia adalah saksi bisu sejarah Semeru, hasil dari jutaan tahun aktivitas vulkanik yang membentuk warna dan motifnya. Dari Senduro, Tempursari, Pronojiwo, hingga Candipuro, setiap aliran sungai dan lereng gunung menyimpan batu-batu yang berbeda satu sama lain.
“Semeru itu sakral sejak zaman Jawa kuno. Tiap batu punya motif unik, tidak ada yang sama. Itu yang bikin kolektor luar negeri jatuh cinta,” lanjutnya sambil menunjukkan batu berkilau keperakan.
Jhony memulai perjalanan dengan hati-hati. Dari menelusuri sungai hingga memoles batu di bengkel kecilnya, setiap langkah dijalani dengan penuh ketelatenan. Polesannya tidak menghapus karakter alami batu, tapi justru menonjolkan keindahan asli yang sudah ada.
Sejak 2014 Jhony menekuni dunia batu, tapi baru pada 2024 ia mulai membagikan prosesnya lewat media sosial. Foto-foto dan video tentang pencarian batu di lereng gunung hingga proses pemolesannya perlahan menarik perhatian kolektor internasional.
“Awalnya mereka cuma lihat di media sosial, tapi lama-lama ada yang pesan, bahkan datang langsung ke Lumajang untuk melihat sumber batunya,” kata Jhony dengan bangga.
Peminat Watu Semeru kini datang dari Jepang, Amerika, hingga Eropa. Bagi mereka, batu ini bukan sekadar koleksi, tapi juga diyakini sebagai grounding energy, alat untuk menyeimbangkan pikiran dan emosi dengan energi bumi.
Fenomena ini memberi angin segar bagi Lumajang. Selain pariwisata alam yang sudah dikenal, kini kerajinan batu juga mulai menonjol sebagai identitas daerah yang bisa dibanggakan.
Bagi warga sekitar, batu juga punya nilai spiritual. Dalam budaya Jawa, batu dianggap saksi bisu hubungan manusia dengan alam. Watu Semeru pun dipandang sebagai simbol keselarasan antara manusia dan kekuatan alam.
“Batu itu ibarat titipan Semeru untuk manusia. Kalau dirawat dengan hati, batu itu bisa membawa rezeki,” ujar Jhony dengan senyum filosofis.
Bengkel kecilnya kini menjadi tempat belajar bagi para pemuda desa. Mereka datang untuk memahami teknik pemolesan sekaligus belajar menghargai nilai budaya di balik Watu Semeru. Jhony ingin agar warisan ini terus hidup, tidak hanya berhenti di tangannya.
“Saya ingin anak-anak muda tahu, Lumajang punya kekayaan luar biasa. Bukan hanya hasil bumi, tapi juga batu yang menyimpan sejarah alam Semeru,” tambahnya.
Pemerintah daerah mulai merespons. Program pendampingan bagi pengrajin batu sedang dirancang, mulai dari pelatihan desain, pengemasan, hingga promosi digital. Harapannya, Watu Semeru bisa menjadi produk unggulan yang mendunia.
Batu ini pun kini bukan sekadar pajangan. Ia menjadi duta budaya, membawa pesan bahwa Lumajang adalah tanah yang kaya energi dan keindahan alam.
Keunikan Watu Semeru juga menarik perhatian peneliti geologi. Mereka menelusuri kandungan mineral dan pola batu, menyingkap cerita panjang tentang letusan dan aktivitas vulkanik Semeru di masa lalu.
Seniman pun melihatnya sebagai kanvas alami. Guratan dan warnanya bagaikan lukisan abstrak yang hanya bisa dibuat oleh alam. Tiap batu adalah karya yang unik, tidak bisa ditiru.
Di pasar seni dan pameran batu di luar negeri, nama Watu Semeru from Lumajang, East Java mulai terdengar. Batu ini membawa aroma vulkanik, kehangatan budaya, dan kisah tentang gunung yang menjadi atap pulau Jawa.
“Bismillah, semoga lancar. Harapan saya sederhana, semoga Watu Semeru bisa membawa nama Lumajang ke panggung dunia,” tutup Jhony, menatap batu yang ia genggam, kilauannya memantulkan cahaya Semeru di kejauhan.
Di antara kabut, batu, dan keheningan lereng gunung, Lumajang menunjukkan dirinya: subur bukan hanya karena tanahnya, tapi juga karena jiwa yang terus memoles keindahan menjadi kebanggaan.















