
Garudaxpose.com | Jember – Suara getir para petani kopi dari Desa Pakis, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, akhirnya pecah ke permukaan. Sebanyak 468 petani yang tergabung dalam Koperasi Produsen Ketajek Makmur Sejahtera mengaku menjadi korban pungutan liar (pungli) berkedok iuran keamanan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Setiap musim panen, para petani diwajibkan menyetor Rp150 ribu per kintal kopi kepada pengurus koperasi melalui sejumlah orang yang disebut sebagai “keamanan koperasi”.
Mereka yang menolak disebut kerap mendapat intimidasi, bahkan ancaman kehilangan hasil panen.
Puncak penderitaan itu terjadi ketika Bu Nami atau Halimah, salah satu petani kopi, mengalami pencurian hasil panennya setelah menolak membayar iuran ilegal tersebut.
“Buah kopi saya dicuri malam hari setelah saya bilang tidak bisa bayar. Kami sudah tidak kuat lagi,” ucap Halimah dengan suara lirih dan mata berkaca-kaca.
Tragedi yang menimpa Halimah menjadi pemantik keberanian bagi ratusan petani lain untuk melawan praktik pemerasan yang selama ini membelenggu mereka.
Dengan dukungan penuh dari Aliansi Madura Indonesia (AMI), para petani akhirnya melaporkan dugaan pungli tersebut ke Polda Jawa Timur.
Ketua Umum DPP AMI, Baihaki Akbar, menegaskan bahwa pihaknya telah menyerahkan seluruh bukti dan data terkait praktik ilegal tersebut kepada pihak kepolisian. Laporan resmi diterima Polda Jatim dengan nomor LPB/143/X/2025/SPKT/POLDA JAWA TIMUR, tertanggal 7 Oktober 2025.
“Kami tidak akan tinggal diam. Rakyat kecil tidak boleh terus diperas atas nama sistem koperasi. Negara harus hadir melindungi petani,” tegas Baihaki Akbar usai membuat laporan di Mapolda Jatim.
AMI berkomitmen akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan mendesak aparat penegak hukum agar segera memproses para pelaku yang diduga terlibat, baik pengurus koperasi maupun oknum yang melindungi praktik tersebut.
Dari hasil pendataan yang dilakukan AMI bersama para petani, total hasil panen kopi Desa Pakis selama Juli hingga Agustus 2025 mencapai 335 ton atau 3.350 kintal.
Jika setiap kintal dikenakan pungutan Rp150 ribu, maka total dana yang disedot mencapai 500 juta lebih hanya dalam dua bulan panen. jumlah fantastis bagi petani kecil di lereng Gunung Argopuro.
Menanggapi hal itu, pihak Dinas Koperasi Kabupaten Jember menegaskan bahwa tidak ada dasar hukum bagi koperasi untuk melakukan pungutan dengan dalih keamanan.
“Koperasi dibentuk untuk menyejahterakan anggota, bukan membebani mereka dengan pungutan ilegal. Tidak ada dasar hukum untuk iuran seperti itu,” ujar perwakilan Dinas Koperasi Jember.
Kini, di tengah harum kopi yang seharusnya menjadi kebanggaan Jember, para petani Desa Pakis justru harus berjuang melawan rasa takut dan ketidakadilan.
Mereka berharap laporan yang telah dibuat di Polda Jatim segera ditindaklanjuti dan semua pihak yang terlibat dihukum seadil-adilnya.
“Kami percaya hukum masih ada di negeri ini. Kami hanya ingin keadilan ditegakkan, dan para pelaku harus bertanggung jawab,” ujar Sunaryo, salah satu petani dengan nada tegas.
Kasus ini menjadi potret kelam di balik wangi kopi Jember yang mendunia bahwa di balik setiap cangkir kopi, tersimpan perjuangan panjang para petani kecil yang kini menanti satu aroma yang paling mereka rindukan: aroma keadilan. (Septyan)