GarudaXpose.com | Lumajang – Empat bulan sudah berlalu sejak Lembaga Pengawal Kebijakan Pemerintah dan Keadilan (LPKPK) resmi melaporkan dugaan pungutan liar dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Pasirian, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang.
Namun hingga kini, publik tak juga melihat tanda-tanda nyata dari langkah hukum yang tegas.
Surat resmi Kejaksaan Negeri Lumajang bertanggal 17 Oktober 2025 justru menyebut, perkara ini masih dalam tahap pengumpulan data dan bahan keterangan (Puldata dan Pulbaket).
Pertanyaannya sederhana:
Puldata yang bagaimana lagi?
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pelapor sudah dimintai keterangan, terlapor pun sudah diperiksa, bahkan sejumlah saksi sudah didengar tak lama setelah laporan masuk. Jika semua tahap awal telah dijalankan, lalu apa yang membuat kasus ini seolah tak beranjak dari meja pemeriksaan pendahuluan?
Masyarakat tentu berhak curiga—bukan karena menuduh, tapi karena transparansi dan progres penegakan hukum seharusnya dapat diakses publik, apalagi untuk kasus yang menyangkut program nasional seperti PTSL.
Program ini menyentuh langsung masyarakat kecil, dan justru di situlah celah penyimpangan sering terjadi.
Ketua LP-KPK Lumajang Dodik Suprayitno mengatakan, kita tidak sedang bicara perkara kecil. Kita sedang bicara tentang kepercayaan terhadap lembaga hukum.
“Jika kasus dugaan pungli di tingkat desa saja butuh waktu berbulan-bulan tanpa kejelasan, bagaimana publik bisa yakin kasus besar lainnya akan ditangani dengan cepat dan adil?,” tegas Dodik.
Merujuk padahal, Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menegaskan :
“Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan untuk perkara korupsi harus didahulukan daripada perkara lain,” terang Dodik.
“Artinya, hukum sudah memberi rambu : kasus korupsi dan pungli wajib jadi prioritas.
Namun, ketika praktiknya justru lamban dan bertele-tele, publik wajar bertanya, apakah ada yang ditunggu?, atau mungkin ada yang ditakuti?,” lanjutnya.
LP-KPK Lumajang sendiri telah menyatakan komitmennya untuk terus mengawal laporan ini sampai tuntas. Sikap ini layak diapresiasi. Sebab, lembaga masyarakat sipil seperti LP-KPK adalah cermin partisipasi publik dalam mengontrol jalannya pemerintahan dan penegakan hukum.
Kini bola ada di tangan Kejaksaan Negeri Lumajang.
Apakah lembaga ini akan menunjukkan taringnya sebagai penegak hukum yang independen dan profesional?
Ataukah akan membiarkan kepercayaan publik terkikis oleh diam dan penundaan yang tak berujung?
Keadilan tidak hanya harus ditegakkan, juga harus tampak ditegakkan.
Karena dalam setiap keterlambatan, selalu ada risiko, hukum kehilangan wibawa, dan rakyat kehilangan harapan.
Reporter : bas















